Situasi Awal
Stasi ini berdiri tahun 1939. Pada waktu itu jumlah umat hanya 15 KK. Pada awalnya masyarakat desa Sirungkungon hendak memilih HKBP menjadi agama mereka. Mereka memanggil pendeta dari Ajibata namun pendetanya tidak mau datang karena umatnya sangat sedikit. Merasa sedikit kecewa, masyarakat sepakat untuk menemui Pastor Sybrandus Van Ronsum OFMCap selaku Pastor Paroki di Sibuntuon. Utusan mereka adalah Gartian Manurung, Au Manurung, Jaunur Manurung, dan A. Saudara Manurung berangkat dengan menggunakan solu. Pastor ini datang memperkenalkan katolik ke masyarakat yang sedikit jumlahnya itu. Mereka menyambut kedatangan pastor tersebut dan memberikan tanah seluas 80x80m untuk pertapakan gereja.
Pembangunan Fisik Gereja
Di tahun yang sama, bangunan gereja darurat tanpa dinding langsung berdiri dekat Danau Toba. Sabda Tuhan bertumbuh dan berkembang. Akhirnya, umat semakin bersemangat dan bertambah dalam jumlah. Pada tahun 1940 berdirilah gereja Semi Permanen yakni berlantai semen. Tigapuluh empat tahun kemudian (1974), P. Silverus Yew OFMCap membangun gereja permanen. Gereja itulah bangunan permanen pertama di pada saat itu. Bangunan tersebut tidak diresmikan oleh Uskup karena surat tanah tidak ada. Tahun 2012 bangunan itu rusak dihantam batu besar mengakibatkan bangunan tak layak untuk dipergunakan lagi. Awal tahun 2013, mereka mulai lagi membangun gereja baru.
Stasi ini dapat dijangkau sekitar 1 jam lebih dari Ajibata dengan menggunakan kapal. Transportasi hanya menggunakan kapal karena lokasinya berada di pinggiran Danau Toba. Penghasilan utama adalah bertani dan penghasil ikan jahir dan pora-pora.
Kepengurusan dan Perkembangan umat
Gereja yang ada sekarang di stasi ini tidak lepas dari para pemukanya zaman dulu. Mereka adalah Jaunur Manurung (vorhanger I di tahun 1939-1965) dan wakilya Bapak Pokkan Sinaga (A. Maruhum Sinaga). Vorhanger ke II adalah Bapak ’’Fetnam Gultom’’ (1965- 1973)dengan wakil Bapak Hamid Siboro dan jumlah umat menjadi 37 KK. (A. Minar Siboro). Vorhanger III adalah Banuara Sitinjak (1974-1994) dengan wakil Mariaham Gultom dan jumlah umat bertambah menjadi 56 kk. Vorhanger IV adalah Bapak Mariahan Gultom dengan wakilnya adalah Bapak Gordan Manurung dan jumlah umat 40 kk. Vorhanger V adalah Gordan Manurung (1999-2004). Vorhanger VI adalah Mariahan Gultom dengan wakil Bapak Bidius Manurung (2004-2009). Vorhanger VII adalah Bidius Menurung dengan jumlah umat 47 kk (2009-2011). Vorhanger VIII adalah Lomo Pasaribu (2011-2014) dengan jumlah umat 69 KK dengan jumlah jiwa 273 orang. Para sintuanya adalah Limbong Sitinjak, Gordon Manurung, Ernawati Gultom, Sabam Gultom, Rena Sinaga, Candra Nainggolan, dan Bidius Manurung.