Situasi Awal

Stasi ini berdiri pada tahun 1972. Stasi ini merupakan pemekaran dari stasi Sipolha. Pada saat itu yang Ujung Maulimenjadi Pas-tor Paroki adalah P.Jenniskens OFMCap. Tempat beribadat pertama sekali dilakukan di bangunan SD N 2 Sipolha Ujung Mauli. Pemekaran terjadi tahun 1972 di Ujung Mauli tepatnya di daerah Tuktuk Naholhol. Tetapi karena pertapakan gereja belum ada maka natuatua meminta kepada pemerintah setempat untuk menumpang di bangunan SD N 2 Sipolha Ujung Mauli.

Pemerintah setempat setuju atas permintaan natuatua tersebut, dan dengan demikian umat katolik yang berada di Ujung Mauli pun bergereja di gedung sekolah selama 2 tahun. Selama menumpang di gedung SD ada juga umat dari gereja GKPS yang menumpang untuk mengadakan ibadat di gedung sekolah yang sama. Saat itu terjadi permasalahan mengenai waktu ibadat. Situasi itu mengganggu jalannya ibadat umat katolik. Untuk mengatasi masalah tersebut maka natuatua berkumpul dan membicarakan untuk membangun gereja katolik secara tersendiri. Awalnya umat berencana untuk membangun gereja di daerah tepi danau namun tidak ada yang memberikan pertapakan. Untunglah ada umat yang berada di Ujung Mauli yang bermurah hati memberikan sebagian tanah mereka untuk dijadikan pertapakan gereja yakni: Japansur Ambarita, Artianus Simbolon, dan Sariamat Siallagan. Tanah tersebut diberikan secara adat sebagai hak milik dengan ukuran tanah 30x40m.

Pembangunan Fisik Gereja

Pada tahun 1974 dilakukan pembangunan gereja darurat dengan ukuran 7x9m. Saat itu jumlah umat 38 KK. Pada tahun berikutnya dilakukan pembangunan gereja secara bertahap yang dimulai dengan perehapan lantai dan atap tahun 1976. Tahun 1987 Bupati Simalungun (Jabanten Damanik) menyumbangkan kursi untuk gereja. Tanggal 5 Desember 1988 diadakan pembangunan menara. Tahun 1994 jumlah umat berkurang menjadi 30 KK. Perbaikan gereja dilanjutkan kembali tahun 1996 untuk pengasbesan.

Letak stasi ini berada di kawasan pemandangan yang indah, lingkungan yang bersih, dan situasi perkampungan yang nyaman dan tenang. Sekarang, stasi ini sudah bisa dijangkau dengan mobil. Tahun bertambah namun umat semakin berkurang jumlahnya. Stasi ini sekarang berjumlah 17 KK. Hal ini disebabkan banyaknya umat yang pindah kampung dan beberapa pindah agama.

Tahun 2009, penduduk setempat meminta ke PT. Indorayon untuk membuka jalan sampai ke depan gereja dengan jarak hampir 800m dari jalan alternatif. Saat ini, jalan menuju gereja sudah dapat dilalui dengan menggunakan mobil. Namun bila turun hujan jalan tidak dapat dilalui. Adanya jalan tersebut membuat umat mulai betah untuk tinggal di kampung tersebut, ditambah lagi sudah ada listrik dan persediaan air sehingga.

Kepengurusan dan Jumlah umat sekarang

Para vorhanger di stasi ini antara lain: Sariamat Siallagan (1972-1978), Nasib Napitu (1978-1981), Beriman Gurning (1981-1984), Tambatua Damanik (1992-1994), Artianus Simbolon (1994-1997), Hotmari Sihaloho (1997-2001), Sahatman Ambarita (2002-2005), Horas Sihaloho (2006-2009), Rosita Purba (2009-2011) dan Sahatman Ambarita (2011-2014). Para pengurus gereja lainnya ialah: Robentua, Biner Ambarita, Rosita Purba, Sualina Sinaga dan Armen Napitu. Jumlah umat 19 KK atau 174 jiwa.