Situasi Awal

Stasi AjibataPada tahun 1935 umat katolik sudah ada di Ajibata namun mereka bergabung dengan umat yang ada di Girsang. Seorang umat dari Ajibata yakni Bonifasius Pakpahan berniat agar melaksanakan peribadatan di rumahnya. Bapak inilah yang memperkenalkan katolik di stasi ini. Umat pada awalnya sebanyak 12 kk yakni: keluarga Sorapon Manik, Julasma Manik, Tinggal Sitinjak, Jaloni Sirait, Jenal Manik, Dohot Manik, Balela Pakpahan, Sulaiman Sirait, Paris Sirait, Jailin Pakpahan, Lamgiat Pakpahan, dan Romauli Manik. Di tahun 1948 berdirilah stasi ini dan yang menjadi vorhangernya adalah Bonifasius Pakpahan.

Perkembangan Gereja

Bangunan gereja darurat berdiri tahun 1950 di tanah 20x24m yang dibeli dari Maneam Biung Manurung. Ukuran gereja saat itu 5×7 M berdinding gedek, berlantai tanah, dan beratapkan seng. Umat juga sudah bertambah menjadi 25 kk, dan terus mengalami perkembangan. Tahun 1958 setelah kepengurusan telah berganti menjadi Sulaiman Sirait sebagai vorhanger II, gereja direhap lagi dengan menambah ukuran menjadi 8×13 M yang sudah berlantai semen, setengah beton dan beratapkan seng. Bangku-bangku gereja juga sudah lengkap, namun menara dan kamar mandi belum dibangun tetapi tempat pengakuan dosa sudah dibangun yang dijadikan juga sebagai biluk parhobasan. Umat semakin mengalami kemajuan hingga mencapai 70KK. Karena perkembangan yang terus mengalami kemajuan maka ada niat untuk mendirikan gereja permanen.

Setelah kepengurusan berganti tahun 2002 kepada bapak Gabriel Sirait (vorhanger III), rencana pembangunan gereja pun diteruskan. Tahun itu terpilihlah pengurus pembangunan gereja permanen yaitu: Ketua pembangunan adalah Budiman Sirait, bendahara adalah Adian Pakpahan, dan sekretaris adalah Carlos Sirait. Tanggal 03 Juli tahun 2005, berdirilah banguan gereja permanen dengan ukuran 16×12 M. Di tahun itu umat sudah mencapai 100 kk. Tahun 2009, stasi ini dibagi menjadi 3 lingkungan yaitu lingkungan Rafael, Mikhael, dan Gabriel.

Kepengurusan dan Perkembangan Umat

Pada tahun 1936-1952 vorhanger I dipimpin oleh Bonifasius Pakpahan dibantu oleh Mangambat Sirait serta Sulaiman Sirait. Pada masa beliau jumlah umat 12 KK. Pada masa beliau Pastor Jenniskens juga mau membawa misa tiap bulannya. Karena beliau sudah tua maka kepengurusan berganti menjadi Sulaiman Sirait tahun 1952-1987 dan dibantu oleh Josep Pakpahan, Lamis Manik, Piter Sitanggang, Japar Sirait. Pada masa kepengurusan beliau umat mengalami perkembangan setelah adanya berdiri gereja darurat menjadi 25 KK dan berkembang lagi menjadi 30 KK. Setelah kepengurusan beliau, stasi ini dilayani oleh Sahara Harianja tahun 1987-1990 dan dibantu oleh Antonius Bistok Samosir, Josep Pakpahan, dan Piter Sitanggang. Umat saat itu menjadi 40 KK.

Setelah masa periode beliau berakhir dilakukan pemilihan vorhanger untuk periode 1990-1996 dan yang terpilih adalah bapak Antonius Bistok Samosir dengan jumlah umat 60kk. Setelah masa kepengurusan beliau berakhir maka dilanjutkan kembali oleh Sahara Harianja yakni tahun 1996-1999. Di waktu itu umat berjumlah 80 kk. Periode berikutnya terpilih bapak Antonius Bistok Samosir yakni tahun 1999-2002 dengan jumlah umat 90 kk. Periode berikutnya dilayani oleh Gabriel Sirait yakni tahun 2002-2008, dengan perkembangan jumlah umat yang semakin berkembang menjadi 110 KK. Di periode 2008-2014 dan terpilih Robertus Manik dengan jumlah umat 129 KK dengan jumlah jiwa 630 orang. Pada masa periode 2011-2014 para pengurus yang terpilih adalah Carlos Sirait, Renol Manurung, Susanna Purba, Osmada Br. Sidabutar, Lomoria Br. Manik, Luster Simbolon, Rosmada Sidabutar dan Albert Samosir.