(1) RP. Beatus Jenniskens, OFMCap
Pastor Beatus Jenniskens lahir di Vierlingsbeek, Belanda pada tanggal 06 November 1909; Masuk biara tanggal 07 September 1929. Ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 04 Agustus 1936; Misionaris ke Sumatera1938-1984. Di Simbolon : tahun 1938; Onan Runggu : tahun 1939; Diinternir oleh Jepang tahun 1942-1945; Medan : tahun 1946-1949; Kembali ke Onan Runggu1949; Tomok: tahun 1952; Parapat: tahun 1955; Tebing Tinggi: tahun 1966; Aek Kanopan: tahun 1982; Dan setelah beberapa lama di Jalan Medan Pematang Siantar Beliau kembali ke Negeri Belanda.
Menurut kesaksian tokoh umat yang masih hidup sampai sekarang dan para saudara kapusin, ada beberapa kenangan manis yang tidak bisa dilupakan dari penampilan, kesaksian hidup dan karya pastor ini. Kesalehan yang pertama kita dengar yang disaksilan para saudara kapusin dan umat ialah bahwa Beliau seorang penyabar dan pekerja keras. Beliau sangat rajin bekerja termasuk dalam hal mengurusi hal-hal kecil kebutuhan rumah seperti memasak, menyapu dan dengan setia menyapa dan memanggil saudara untuk kegiatan-kegiatan komunitas seperti makan dan rekreasi bersama. Dia mengangkat diri sebagai tukang lonceng di beberapa komunitas yang satu ke komunitas lain yang dihuninya.
Terkadang Beliau juga melucu tetapi dia sendiri tidak tertawa sementara pendengarnya sudah ngakak. Walaupun dia lebih tua dari segi umur daripada beberapa pastor paroki di komunitasnya seperti Pastor Arie van Diemen ketika di Aek Kanopan, pastor ini sangat hormat kepada P. Arie van Diemen selaku pastor paroki. Dan pastor Arie sendiri sangat bersyukur bahwa pernah satu komunitas dengannya.
Daya ingatannya sangat kuat. Maka semua orang yang dari dahulu pernah ia kenal, atau orangtuanya, dari mana asalnya lengket dengan sangat ketat di dalam memorinya dan bertahan lama. Walaupun dia sudah lama tidak pernah jumpa dengan seseorang yang pernah ia kenal, misalnya orang dari Simbolon Samosir, Tebing Tinggi, Tomok, dia ingat dengan akurat. Hal itu, tentu saja, dikagumi dan disukai orang dan membuatnya semakin dikenang juga.
Salah satu kekhasan kerasulannya yang sederhana tetapi masih tetap tersimpan dalam kenangan umat ialah doa rosario di rumah-rumah umat teristimewa pada bulan Mei dan Oktober. Marhuria (kunjungan stasi) dilakukan dengan teratur dan setia yakni pada hari Minggu, dan hari-hari lainnya. Pemberkatan perkawinan dengan “instant” diladeni dengan cinta pastoral yang sangat khas. Pastor yang baik ini juga mengurusi keuangan paroki dan ordo di komunitas.
Pastor misionaris ini sangat berminat bertukang dan mengurusi bagian perkayuan. Dia sangat senang membuat peralatan gereja yang terbuat dari kayu seperti altar, mimbar, salib dan bangku gereja. Salah satu bukti hasil karnyanya, bangku gereja di Stasi Induk Aek Kanopan yang ada di gereja paroki sekarang kebanyakan masih hasil karya tangannya. Entah berapa rosario yang sudah ia buat sendiri dan diberikan juga dengan harga kekeluargaan kepada umat.
Karena selalu ia menyapa semua umat dengan ramah, maka ia sangat disenangi oleh umat dan anggota masyarakat lainnya. Memang dia seorang kapusin sejati penuh persaudaraan, sederhana dan ceria. Semoga ia menikmati kehidupan baru dengan segala kelimpahannya di rumah Bapa. Saudara Beatus Jenniskens yang baik doakan kami. Apa dan bagaiman pastor ini “hidup dan berbuat” di Tomok dan Parapat boleh dilihat dalam laman “Profil Paroki” webiste ini.
(2) RP. Raymundus Rompa, OFMCap.
Herman lahir pada tanggal 04 September 1924 sebagai anak kedelapan dari keluarga Johannes Rompa dan Lucia In Den Bosch. Dalam keluarga pemilik pabrik kulit ini ada suasana sosial dan religius. Dia masuk biara pada tanggal 30 Agustus 1943 dan ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 02 Agustus 1950. Tiga dari tujuh anak laki-lakinya menjadi imam, dua kapusin dan satu imam diosesan. Saudara-saudara kapusin yang tinggal di Seminari Menengah di Langeweg sering mengunjungi keluarga ini. Sejak kecil Herman bercita-cita menjadi seorang kapusin seperti saudaranya Bertinus. Tetapi Herman juga bercita-cita menjadi misionaris.
Pada tanggal 27 Desember 1952 Herman berangkat dengan naik kapal laut menuju Indonesia dan tiba di Medan tanggal 19 Januari 1953. Cita-citanya sejak anak-anak kini terpenuhi sudah dengan menginjakkan kakinya di Sumatera. Pesan Yesus: “Pergilah dan beritakanlah Kabar Gembira kepada semua bangsa” menjadi kenyataan dalam diri Herman Rompa. Dengan penuh semangat Herman mulai membangun gereja Tuhan di tengah orang Batak-Toba.
Tempat tinggalnya yang pertama adalah Palipi dan bertugas di sana sejak awal (1953) sampai tahun 1961. Beliau sangat senang di Palipi seperti dia sendiri mengatakan: “Palipi adalah cintaku yang pertama”. Saudara-saudara Kapusin dan umat sungguh mencintai Pastor Herman Rompa ini.
Tahun 1961-1966, Herman menjadi pastor di Gereja Santo Laurentius Jl. Sibolga Pematang Siantar. Tugas di Pematang Siantar dirasakannya terlalu berat karena harus mengajar agama di sekolah-sekolah dan mengadakan banyak rapat. Herman lebih bahagia di kampung saja, tinggal di tengah-tengah umat biasa. Kesempatan itu diberikan lagi kepadanya dengan memindahkannya ke Parapat (1966-1970), kemudian ke Pakkat (1970-1975), selanjutnya ke Kisaran (1975-1986).
Tahun 1986, Herman kembali lagi ke Pematang Siantar di paroki Jl. Bali, dimana dia masih harus mengurus sebanyak 30 stasi. Stasi-stasi di paroki ini terus berkembang dan bertambah sehingga sampai dengan tahun 1990 sudah menjadi sebanyak 64 stasi.
Pada bulan Januari 1990 Herman kena stroke kecil. Dengan cepat dia sembuh kembali tetapi harus mengurangi volume kerja. Herman tidak bersedia lagi menjadi pastor kepala dan dia senang menolong karya pastoral sebai pastor rekan di paroki dan menemani para pastor muda.
Pada hari Minggu pagi pada tanggal 13 Maret 1994 Herman berangkat seperti biasa naik sepeda motor ke stasi Marjandi untuk merayakan Ekaristi Kudus. Dalam perjalanan dia disenggol mobil dari belakang dan Beliau terjatuh dan tercampak dari sepeda motor yang dikendarainya. Satu jam kemudian dia meninggal dunia di Rumah Sakit.
Mendengar Pastor Herman sudah menghembuskan nafas terakhirnya, maka pada tanggal 14 – 15 Maret ribuan orang dari semua paroki dimana dia pernah berkarya datang untuk melayat dan berpisah. Pemberangkatannya diiringi dengan gondang sabangunan. Ternyata umat sangat mencintai pastor ini karena kejujuran dan kelemah-lembutannya yang merupakan ciri khas pribadinya sebagai seorang gembala umat yang baik hati.
Herman yang sudah 50 tahun menjadi kapusin, 44 tahun jadi imam dan 41 tahun sebagai misionaris, dikebumikan di pemakaman Kapusin Medan di Sinaksak Pematang Siantar.
(3) RP. Silverius Yew, OFMCap.
Pastor Silverius Yew lahir pada tanggal 12 April 1937 di Medan. Beliau masuk Novisiat Kapusin tanggal 01 Agustus 1961 dan mengucapkan Kaul Kekal pada tanggal 02 Agustus 1965. Tahbisan imamat diterimanya pada tanggal 10 Februari 1968.
Sebagai imam dia berkarya di beberapa tempat sebagai berikut: Pada tahun 1968-1971 di Paroki Santo Laurentius Jl. Sibolga Pematang Siantar; Kemudian berkarya di Paroki Santo Fidelis Sigmaringen Parapat pada tahun 1972-1979; Beliau menunaikan karya kenabiannya di Paroki Kristus Raja atau yang kerap disebut sebagai paroki Nusantara tahun 1979-1991.
Setelah kembali dari Kursus Penyegaran di Philippina dia ditempatkan di rumah pembinaan Alverna Sinaksak sejak Juni 1992 sampai 1993. Dari tahun 1993 sampai bulan Oktober 1998 dia berkomunitas di persaudaraan Jl. Sibolga Pematang Siantar. Dari komunitas inilah pastor ini memberikan pelayanan rohani seperti rekoleksi, retret dan ceramah-ceramah yang sungguh memberi inspirasi dan dan motivasi kepada beragam kalangan.
Sejak 05 Oktober 1998 sampai 2004 dia berkarya dan tinggal di wilayah Propinsi Kapusin Pontianak di Kalimantan. Tahun sabat dijalaninya di Rumah Retret Bukit Tabita, Ciloto sekaligus menjadi pelayan rohani di rumah tersebut.
Kepiawaiannya berkatekese dengan segala kekhasannya yang menarik dipadu dengan tehnik berceritera yang hidup-hidup, sungguh membuat dia diminati banyak kalangan. Hal ini juga membuat dia sangat dicintai banyak pihak.
Sejak 29 Mei 2006 sampai wafatnya dia berkomonitas di Hayam Wuruk Medan. Kanker usus yang diidapnya memaksa dia menjalani pengobatan di berbagai tempat. Semua usaha yang dilakukannya ternyata tidak bisa menjinakkan penyakit tersebut. Pada hari Minggu, tanggal 17 Mei 2009 sekitar pukul 08.25 WIB dia meninggal dunia di Rumah Saktit Medistra Jakarta. Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Kapusin Medan di Sinakasak. Demikian sekilas riwayat hidup Abang Kandung Pastor Agustinus Yew ini kami ketengahkan. Salam.
(4) RP. Venansius Sinaga, OFMCap.
Pastor Venantius Sinaga, lahir pada tanggal 18 Mei 1944 di Palipi Samosir. Masuk Novisiat Kapusin Parapat tanggal 13 Januari 1967. Kaul Kekal sebagai Kapusin Propinsi Medan diucapkkanya pada tanggal 13 Juni 1971. Tahbisan imamat diterimannya pada tanggal 05 Januari 1974.
Sebagai pastor dia berkarya di Paroki Saribudolok tahun 1974 – 1976. Di paroki Tebing Tinggi tahun 1976 – 1985. Di Paroki Santo Fidelis Sigmaringen Parapat tahun 1985 sampai wafatnya 1991. Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir di Rumah Sakit Elisabeth pada tanggal 21 Oktober 1991. Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Kapusin Medan di Sinaksak pada tanggal 22 Oktober 1991.
(7) RP. Anselmus Mahulae, OFMCap.
Saya lahir di Huta Ri – Pusuk, Paroki Parlilitan, tanggal 15 – 05- 1948. Masuk Seminari menengah tahun 1961 setelah tamat SR dan masuk Novisiat Biara Kapusin Parapat tahun 1967, berkaul kekal 29 -01 – 1973 dan tahbisan 11 – 01- 1975.
Bulan Juni 1975 saya tugas ke paroki Parapat, dan sekitar Nopember 1976 saya pindah lagi ke paroki Lintong ni Huta, mengganti P. Nilus Wigmans yang mengambil cutinya beberapa bulan ke negeri Belanda. Akhir tahun 1977 saya pindah ke Seminari Menengah Pematangsiantar, tugas resmi di sana sampai tahun 2000, sebagai pengajar dan pembimbing siswa, sebagai direktur Seminari tahun 1985 – 2000, sambil lalu sebagai ketua Yayasan Pendidikan Cinta Rakyat tahun 1987 – 199. Diantara tahun-tahun tugas resmi di Seminari ini, tugas belajar Pendidikan di Sanata Dharma, Jogyakarta tahun 1980 – 1981, di Manila untuk Konseling tahun 1982-1983, dan di Chicago-Amerika untuk Spiritualitas, tahun 1995-1996.
Selesai tugas di Seminari Menengah tahun 2000, saya tugas ke Pakistan membantu pembinaan frater-frater Kapusin di sana tahun. 2000 – 2001, 2002-2004 pendamping Post Novis Kapusin di Biara Emmaus, 2005-2011 pastor Paroki di Medan Timur, 2011 – 2013 tugas membantu paroki Kapusin di Australia, Brisbane dan Sydney, dan tahun 2014 tugas sebagai gardian biara Emmaus dan sekarang sebagai pastor Vikarius Parochus.
Saya ke Parapat mengganti P. Silverius Yew yang mengikuti kursus EAPI di Manila. Ada rasa kikuk waktu itu bertugas sebagai pastor paroki dengan rekan kerja pastor-pastor pengajar Seminari Tinggi/Novisiat yang barusan dosen dan pembimbing saya, P. Adelberus Snjiders, P. Bavo Wetgeest, P. Benitius Brevoort, magister Novis dan saya socius magister Novis. Ada rasa kikuk bersama mereka, karena saya baru sungguh tamat Seminari Tinggi Juni 1975, walaupun Januari nya ditahbiskkan. Saya pastor Paroki, mereka rekan-rekan, dan membantu Paroki. Tetapi tak lama rasa kikuk itu, saya sungguh merasa mereka terima sebagai saudara, P. Benitius sangat sabar dan banyak membantu saya memahami dan mengerjakan administrasi Paroki, mulai ikut serta pada perjalanan tugas-tugas missa hari Minggu yang saya susun, sampai ke hal yang nampaknya kecil sekali, P. Benitius mengajarkan: menuliskan angka itu dalam kaitan pembukuan keuangan, mulai dari angka terakhir!
Paroki Parapatlah cinta pertama saya. Cara berpastoral dulu, untuk hari-hari biasa sering bermalam di stasi, malamnya berkatekese. Ada kapal khusus dipakai pastor untuk stasi-stasi sekitar pinggiran dan seberang danau Toba. Bapak Pakpahan dulu dari Ajibata yang menemani saya kalau memakai kapal, kadang sendiri juga. Hubungan dengan umat terasa personal, dan saya merasa disambut dengan senang dimana-mana. Amat sering kedengaran reaksi umat kepada saya saat makan: tambai hamu pastor, pastor Silverius na gogoan mangan, godang martambu, puas nihilala ( ditambah pastor, pastor Silverius kuat sekali makan, banyak tambah, puas kita rasanya), saya rasakan sebagai perhatian yang sungguh, tanda cinta. Sermon bulanan untuk para pengurus stasi-satsi cukup teratur di paroki.
Sekilas kisah suka duka yang manis. Suatu sore saya berangkat ke Tambunrea untuk bermalam di sana, tentu lewat yang disebut jalan Jepang dulu dengan sepeda motor. Belum menyimpang ke jalan Jepang sudah hujan cukup deras, setelah masuk ke jalan Jepang hujan makin deras dan hari gelap. Jalanan kadang dengan kubangan air sana sini licin, sama sekali masih jauh dari sentuhan aspal. Tiba-tiba sepeda motor saya tergelincir masuk ke kubangan air yang berlumpur. Kutarik sekuat tenaga tak bisa, kiri kanan jalan hutan dan semak-semak lebat. Saat itu masih sering kedengaran harimau di daerah itu, dan rasa takut ada juga menyelinap. Kuingat jelas sekali, dengan menggumamkan nyanyian Maria, Mamuji Maria luhut hita be…kutarik honda sekuat mungkin dan,,,,cuss…honda lepas dari lumpur. Kuyakini, Bunda Maria menolong saya, tak membiarkan terjebak di lumpur di kegelapan dan agak takut juga…. Sampai di Tambunrea ke rumah Porhanger sudah basah kuyup. Kucoba pinjam pakaian bapak Porhanger, tetapi kekecilan. Beliau lebih kecil dari saya. Akhirnya pake sarunglah, dan baju piama, karena agak longgar. Umat tenang, senang saja.
Suatu Sabtu pekan, ketemu orang dari Ujungmauli, situasi umat cukup gaduh di sana. Hari Minggu sebelumnya, Permandian anak-anak yang sudah mereka lama tunggu-tunggu, undangan/pamili sudah datang dari jauh-jauh, seperti dari Siantar, sudah potong ternak B1, kambing dsb. ternyata pastor tak datang-datang dan yang mereka tunggu-tunggu sampai siang/sore. Umat luar biasa kecewa, saya sungguh mengerti kekecewaan mereka. Pastor Benitius yang mau kesana, tidak jadi. Sepeda motornya rusak di tengah jalan dan pastor itu kembali. Belum sampai ke umat rencana perjalanan pastor tertulis waktu itu. Ketika saya missa ke Repasileutu hari Minggu berikutnya, dengan sekelompok muda mudi kami pergi ke Ujungmauli untuk hadir ditengah mereka yang kecewa, sekitar jam 3 sore, 4 putri 2 putra. Masih jauh dari Ujungmauli, mesin kapal berhenti. Dicoba hidupkan tak bisa. Orang di pesisir Ujungmauli, sudah melihat kapal pastor berhenti, artinya rusak, tak datang seperti biasanya untuk menolong. Saya sungguh mengerti mereka. Akhirnya anak-anak muda teman saya, turun ke danau untuk mendorong , agak berat karena kapal terbuat dari besi. Dua anak muda, mau diikuti putri yang masih pakai rok saat itu tapi saya anjurkan cukuplah pemuda saja. Akhirnya agak malam sudah kami sampai, dan saya sudah siapkan batin dengan sungguh pengertian akan kekecewaan mereka. Saya terangkan dan saling ngomong akhirnya bisa saling pengertian untuk umat yang langsung hadir di situ. Kami bermalam di rumah Porhanger,sebagian mudika, naik ke atas untuk pulang ke Repasileutu malam itu juga, cukup jauh.
Hutagurgur-Samosir, saat itu Porhangernya seorang yang juga kepala desa bapak Situmorang, kalau tak salah, dan juga pimpinan Golkar. Dalam pembicaraan pribadi dengan bapak ini, beliau mengeluh terus dipilih dan dikehendaki umat sebagai Porhanger, padahal beliau amat sibuk, sebenarnya janganlah lagi beliau Porhanger. Informasi dari umat, cukup terbalik, sulit yang lain jadi Porhanger, dan umat minta agar porhanger diganti, banyak umat tak ke gereja lagi bla..bla… Saya tampung dua arus informasi yang bertentangan ini, sambil saya juga mempunyai keyakinan yang mana ini harus dimenangkan. Selesai tingting akhir Missa, saya angkat bicara. Intinya: telah ngomong dengan bapak Porhanger, beliau ingin diganti, banyak sekali tugasnya. Langsung saya cek kebenarannya ini ke Porhanger di muka umum, ya, katanya walau agak kikuk. Kutanya umat apa setuju? Setujuuuu…..katanya serentak dan panjang. Dan saat itu juga Porhanger diberhentikan, Porhanger baru dipilih. Kemudian….. saya dengar, kabar amat terbalik. Porhanger yang diganti keberatan sekali, bukan sampai begitu maksudku, katanya. Pastor Mahulae mengakal-akali, katanya.
Tak hanya yang berbau serius begini yang saya nikmati. Juga omongan-omongan santai dengan umat. Pertama sekali saya datang di Pulopulo, disambut dengan potong lomok-lomok. Sambil ngomong-ngomong menunggu makan, seorang bertanya:’ untuk apa lagi pastor Silverius kursus ke Pilippina, bukankah pendidikan pastor itu sudah tinggi sekali. Nanti pulang dari sana, tugas apa lagi yang cocok untuknya?” Seorang lain menjawab dengan yakin: ‘ tentu tidak tugas di paroki lagi nanti dia, jadi van de laar nanti itu….”( pastor paroki di jl. Pemuda Medan saat itu bernama P. Landelinus Van de Laar). Saat permandian anak-anak di gereja Sipanganbolon, yang masih kecil saat itu, pas saat menuangkan air permandian, terbaca saya nama anak itu: Supermi (saat itu baru datang supermi), saya bisikkan ke ortunya, Superman lah kita buat amang ya? Nauli pastor, katanya. Ketika suatu sore, hari tahun baru 1976, tanggal 1 Januari, saya ke Siantar naik honda. Sekitar simpang ke Wisma Pertamina – Sualan, di tikungan, menghindari cepat anak-anak yang bersepeda ria, saya terjatuh. Lutut saya terhantam ke aspal dan berdarah-darah, stang honda bengkok miring. Saya dikerumuni gadis-gadis yang menyatakan keprihatinannya. Saya tahu wanita-wanita ini punya nama kurang baik di pandangan umum, saat itu saya rasakan hati mereka yang baik. Saya diajak istrahat di kamar saja, nanti datang polisi jadi masalah panjang, katanya. Kaki sungguh kesakitan, honda perlu perbaikan, apa yang harus saya buat? Ke kamar? Sungguh pilihan yang amat berat. Kuminta honda dihidupkan anak muda yang ada di situ, dan hidup. Saya ditolong naik, nampaknya masih bisa naik, walau harus hati2 sekali, sudah malam. Begitu ke Siantar, dengan kaki bengkak, lampu honda serong ke samping, sampai di RS. Harapan Siantar dan opname di sana.
Saya sadar dalam waktu sekitar setahun lebih sedikit, belum banyak yang saya buat di Parapat. Umat juga merasa itu. Tetapi kesan saya indah dan berkesan di Parapat, mungkin karena cinta pertama itu. Banyak nama yang tetap masih ingat walaupun sudah sekitar 45 tahun berlalu (Amani Monang Situmorang-Hutagurgur, Amani Parpin Sirait-Ajibata, Tungkot Mikael Sinaga-Motung, Kommis Manurung-Parapat, Nai Kanni-ketua Punguan Ina, Nai Marida, Nai Hirim, Rinso Manurung, Lusten- Ajibata, Emi-Horsik, Emi –Sualan, Norita-Repasileutu dan banyak lagi…) kadang timbul tanya: di mana mereka sekarang? Sebagian mereka sudah di hadirat Tuhan, tentu. Semoga mereka merasakan damai dan sukacita abadi bersama Tuhan. Saya pribadi bersyukur pernah bertugas di Parapat. Saya rasa dan percaya Tuhan hadir dalam hidup pribadi, membentuk diri saya seperti yang sekarang, melalui orang-orang yang saya temui dan layani, melalui tempat-tempat yang saya jalani, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk yang di paroki Parapat. Tempat dan waktu sudah jauh memisahkan, tapi karena cinta dari Tuhan, sungguh terasa dekat di hati. ***
(5) RP. Alfonsus Simatupang, OFMCap.
Beliau lahir di Hutadalan, Paroki Pakkat tanggal 03 Maret 1945. Pastor ini masuk Novisiat Kapusin di Parapat pada tanggal 12 Januari 1968. Kaul Kekalnya diikrarkannya pada tanggal 29 Juli 1973. Tahbisan imamamat diterimanya pada tanggal 11 Januari 1975.
Tugas dan karyanya adalah sebagai berikut: Pada tahun 1976 – 1984 sebagai Pastor Paroki di Palipi; Pada tahun 1984 – 1986 sebagai pastor rekan kemudian menjadi menjadi pastor paroki di Dolok Sanggul; Pada tahun 1986 mendapat kesempatan untuk penyegaran di Pulau Jawa; Pada tahun 1987 – 1990 sebagai pastor rekan di Paroki Jl. Bali Pematang Siantar. Pada tahun 1990 – 1991 sebagai Pastor Paroki di Paroki Santo Fidelis Sigmaringen Parapat; Pada tahun 1996 – 1999 sebagai pastor rekan di Paroki Santo Fransiskus Saribudolok; Dan pada tahun 1999 samapi meninggalnya beliau sebagai pastor rekan di paroki Santa Maria Tarutung.
Pada hari Rabu tanggal 10 Oktober 2001 kurang lebih pukul 23.30, sekitar tiga kilometer dari Tarutung, mobilnya ditabrak dan lalu ditindih oleh truk besar saat kembali dari pelayanan dari Stasi Bahal Batu dekat Siborongborong. Cukup lama beliau terjepit dengan stir mobil. Orang menduga dia sudah meninggal. Hari Kamis, 11 Oktober 2001 dia dibawa ke Rumah Sakit Elisabeth Medan setelah dirawat satu malam di di Rumah Sakit Umum Tarutung. Sejak itu sampai menghembuskan nafas terakhir dia dirawat di ICU dengan alat-alat bantu tanpa kemampuan berkomunikasi lagi. Pastor Alfonsus meninggal dunia pada hari Selasa, 23 Oktober 2001 di Rumah Sakit Elisabeth Medan. Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Kapusin Medan di Sinakasak Pematang Siantar tanggal 24 Oktober 2001.
(6) RP. Arie van Diemen, OFMCap.
Lahir dan dibaptis sebagai Adrianus Evodius van Diemen di Vlist, Negeri Belanda sebagai anak keenam dari orangtua Adrianus Petrus van Diemen dan Johanna Helena Nobel pada tgl 3 Februari 1942. Sesudah mengikuti SD dari tahun 1948 sampai 1954, ia masuk Seminari Menengah Ordo Kapusin di Oosterhout sampai tamat pada tahun 1960.
Mulai novisiat pada tahun 1960 di Enschede, dilanjutkan dengan studi filsafat dari tahun 1961 sampai 1964 di Helmond. Disana ia mengucapkan kaul kekal pada tgl 31 Augustus 1964. Kemudian menyusul studi theology sampai tahun 1968 di Udenhout dan Tilburg. Di Tilburg ditahabiskan imam pada tgl 7 Juli 1968.
Tiba di Indonesia pada tgl 4 September 1969. Selama 7 bulan masa adaptasi dan belajar bahasa di Seminari Menengah Pematang Siantar. Mulai tahun 1970 bertugas di beberapa paroki : Panggururan (sampai akhir 1973), Kisaran 1974 – 1975, Aek Kanopan 1975 – 1985, Tebing-Tinggi 1985 – 1997, Jln Bali Pematang Siantar 1997 – 2000, Parapat 2000- 2007 dan Balige 2007 sampai saat ini (2016).
Kesan pribadi mengenai paroki Santo Fidelis Sigmaringen Parapat: Suatu ciri khasnya yang cukup menonjol menurut pengalaman saya adalah kehadiran novisiat Kapusin disana. Terutama terasa, tentu saja, di stasi induk. Kehadiran para novis dalam segala perayaan dalam gereja sangat menentukan suasana, begitu juga partisipasi mereka dalam pelbagai kegiatan di luar gereja.
Pada semester kedua mereka biasanya ikut juga pada kunjungan pastor ke stasi-stasi. Karena staf novisiat pada umumnya juga bersemangat melayani stasi-stasi pada hari-hari Minggu, maka umat kita agak ‘manja’ dibandingkan dengan banyak paroki lain. Sulit diajak pada hari biasa berkumpul untuk merayakan Ekaristi, sebagaimana masih hal yang lumrah dalam paroki-paroki lainnya pada tahun-tahun itu.
Kehadiran Suster KYM yang aktip terlibat dan kegiatan pastoral paroki juga memberi warna yang khas, terutama sesudah PPU paroki Parapat mulai operasional dan semakin laris. Baik untuk segala macam pertemuan paroki sendiri, maupun yang dipesan dari luar.
Sebelum Tomok diresmikan sebagai paroki yang baru, perhatian pastor Parapat senantiasa terbagi dua. Kerena sebagian besar paroki terletak di Samosir, termasuk sejumlah stasi yang besar, seperti terutama Tuktuk, Sosor Tolong dan Lontung Sipinggan. Umat yang tersebar di 10 stasi disana menurut taksiran saya sekitar 40% dari seluruh umat paroki. Maka tidak jarang pastor harus menyeberang sampai dua kali seminggu untuk keperluan pastoral, seperti pemberkatan perkawinan. Selain kunjungan untuk Ekaristi secara rutin. Karena “cabang” dari Rehabilitasi Harapan Jaya waktu itu masih berfungsi dengan bagus, maka kerapkali saya bermalam disana, juga untuk ngobrol dengan penghuninya.Pemekaran Tomok dari satu pihak meringankan tugas pastor Parapat, dari pihak lain juga disayangkan, karena kesempatan untuk bervariasi yang mengasyikkan.
“Kenangan saya akan 7 tahun bertugas di paroki Parapat sangat menyenangkan. Maka saya pindah dari sana, bukan karena sudah bosan, tetapi dengan sengaja. Karena ketika waktu 65 tahun umur saya tiba, saya rasa sudah sepatutnya pimpinan paroki diserahkan kepada tenaga yang lebih muda.” Demikianlah pastor perintis CU di beberapa paroki ini memberi kesaksian kongkrit.
(8) RP. Hyginus Silaen, OFMCap.
Berkarya di Parapat dari tahun 1979 sampai dengan 1983. Data tentang pastor ini sedang dalam proses pengumpulan…...
(9) RP. Marianus Simanullang, OFMCap.
RP Marianus Simanullang, lahir di Sipagabu, Pakkat pada 15 September 1949. Masuk Seminari Menengah, Pematang Siantar Juli 1965, sesudah menyelesaikan SMP di SMP Santa Maria dan Asrama Putera di Pargodungan, Pakkat. Pada akhir 1970 menyelesaikan sekolahnya di Seminari Menengah dan masuk nopisiat Kapusin Parapat pada 12 Januari 1971. Sesudah ditahbiskan imam pada 07 Januari 1978, seperti biasanya, masih menyelesaikan program studi theologi selama satu semester di Seminari Agung Jl. Medan, Pematang Siantar; baru pada Agustus 1978 bertugas di Paroki Saribu Dolok selama 5 tahun dan Agustus (?) 1983 sampai 1985 bertugas sebagai pastor paroki di Parapat. Mulai Juli 1997 hingga 2001 bertugas sebagai Magister/staf pembimbing frater nopis di Parapat dan ikut membantu Pastor Paroki melayani umat paroki Parapat.
Selama dua tahun bertugas sebagai pastor paroki di Parapat, stasi-stasi mendapat kunjungan yang lumayan, karena ada tiga orang staf Nopisiat/Filsafat yang dengan rajin ikut membantu merayakan Ekaristi di gereja paroki dan di gereja-gereja stasi: Pastor Adelbert Snijders, pastor Benitius Brevoort dan pastor Wilfried Winkler. Tambahan lagi ada pastor Diosesan pembimbing calon-calon imam projo, yang bergabung dengan frater-frater Kapusin untuk belajar filsafat di Seminari Agung , Parapat pada masa itu dan tinggal di rumah-rumah sewaan di dekat-dekat di sekitar biara Kapusin Parapat. Pada umumnya, umat cukup bersemangat sebab lumayan sering dikunjungi pastor dan pastor paroki yang masih muda sering juga bermalam di stasi-stasi.
Untuk membantu para pengurus gereja mendampingi umat di stasi, apa yang sudah dimulai oleh pastor pendahulu, yakni kursus pengurus (kursus dasar) diteruskan dan dimajukan di pusat paroki maupun di wilayah, malah di stasi. Para pengurus dengan senang hati mengikuti kursus seperti itu, karena Pembimbing Kursus yang datang kepada mereka dan umat di wilayah atau stasi turut menyumbangkan tenaga atau bahan makanan/sayur untuk kebutuhan kursus itu. Umat sendiri juga sangat merasakan manfaat dari pelaksanaan kursus seperti itu dan mereka bersemangat.
CU Tao Toba berjalan dan berkembang dengan baik: anggota-anggota bergembira dan para pengurus sudah dapat bekerja dengan baik dan mandiri tanpa pastor, kecuali pada rapat-rapat tertentu untuk memberi/mengulangi “poda-poda” selaku PENASEHAT.
Selama bertugas di paroki Parapat, hanya satu gereja yang kami bangun secara fisik, yakni gereja stasi Sipanganbolon. Gereja stasi itu tadinya sangat ‘tertekan’ karena amat kecil, atapnya seng yang sudah berkarat, dinding papan, lantai tanah berbangku panjang/tancap. Umatnya juga sangat sedikit dan tergolong dalam kelompok ‘ekonomi lemah’. Teman-teman pastor/frater yang melihat gereja itu, sempat memberi gelar kepada gereja itu: “katedral”, untuk memberi semangat (atau bergurau sedikit), karena mungilnya gereja pada waktu itu. Boleh ‘ekonomi lemah’ namun kesatuan dan semangat mereka kuat. Sesudah terkumpul apa yang disepakati menjadi kewajiban setiap keluarga dan tambahan sukarela dari keluarga yang berbaik hati, maka “dengan bantuan ALLAH” berdirilah gereja baru dari batu: lebih besar dan lebih pantas dari gereja sebelumnya.
Satu peristiwa sedih terjadi di paroki Parapat pada waktu itu, persisnya di stasi Tambunrea. Tahun 1984, terjadilah longsor di lereng bukit pinggiran danau Toba masuk wilayah Tambunrea. Korban jiwa 28 orang, kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak. Banyak mayat yang tak dapat ditemukan, meskipun sudah didatangkan alat-alat pembantu dari Siantar. Termasuk didalamnya korban yang beragama Katolik. Maka kami adakan ibadat penguburan di tempat kejadian untuk mendoakan, menyerahkan mereka kepada kerahiman Tuhan.
Ada juga satu ‘sedih’ lain yang masih kami ingat berkaitan dengan paroki Parapat ini, persisnya di gereja stasi induk. Untuk menghindari hal yang lebih buruk, maka kami ‘terpaksa’ melakukan apa yang tidak kami kehendaki. Dihasut oleh anggota-anggota tertentu yang keras kepala dan congkak hati, tapi berpengaruh, kami menyetujui satu lingkungan DIBAGI DUA, bukannya jumlah anggotanya hanya. Catatan kami tentang stasi induk ini: selagi umat tetap bergabung dengan frater dalam satu gereja yang sama, umat stasi induk tidak akan maju-maju.
Satu tahun lebih sudah kami berdiam lagi di paroki ini dan ikut melayani ke stasi-stasi. Semangat umat untuk ambil bagian dalam perayaan Ekaristi cukup baik; bangunan-bangunan fisik gereja sungguh baik, tinggal 3-4 stasi yang masih bangunan lama. Kesatuan / kekompakan dan semangat para pengurus di beberapa stasi, termasuk stasi induk masih perlu ditingkatkan.
Demikianlah sedikit ‘cerita’ yang dapat kami bagikan berkaitan dengan paroki Parapat ini.
(parapat, awal september 2018)
(10) RP. Nelson Sitanggang, OFMCap.
RP. Nelson Sitanggang, OFMCap. lahir di Tarabunga, 24 Nopember 1962 dari pasangan orangtua Jalumba Sitanggang(+) ibu kandung: Hermina Siringoringo. Dan sebagai Ibu tiri I: Esti Sihombing(+), ibu tiri II: Dameria Malau. Paroki asalnya ialah dari Paroki Santo Fransiskus Assisi Palipi. Karena memiliki 3 orang ibu maka sangat wajar pastor ini mempunyai anggota keluarga yang besar yakni sebanyak 15 orang. Dari 15 orang bersaudara-saudari, satu laki-laki (sudah meninggal), enam laki-laki dan sembilan perempuan, Beliau sebagai anak sulung.
Pastor yang sering digelari Vorhanger ini mengecap pendidikan di SD Neg 4. Tarabunga Simbolon pada 1969-1975. Kemudian melanjut ke SLTP Pembangunan Simbolon 1975-1978. Selanjutnya masuk ke SMA Seminari Menengah Chrisctus Sacerdos Pematang Siantar pada tahun 1978-1984. Karena terpikat dengan cara hidup para Kapusin, pastor ini menlanjutkan pendidikannya ke Novisiat Parapat pada tahun 1984-1985. Pendidikan Filsafat ditekuninya di STFT St. Johanes Sinaksak Pematangsiantar 1986-1989. Tahun Orientasi Panggilan atau Pelayanan (TOP) dijalani pada tahun 1989-1990 di Paroki Balige.
Setelah tahbisan pastor ini ditugasakan sebagai pastor rekan di Paroki Santo Yohanes Pembaptis Pakkat dan Paroki Santa Lusia Parlilitan pada tahun 1992-1996. Kemudian sebagai pastor paroki dia pindah ke Paroki Santo Fidelis Sigmaringen Parapat pada tahun 1996-2000. Selama di paroki Parapat pastor ini cukup gigih untuk mendirikan Pusat Pembinaan Umat (PPU) yang sungguh diminati banyak orang sebagai tempat pembinaan, pertemuan, penginapan dan rekoleksi serta retret sampai sekarang. Selanjutnya pastor yang dijuluki sebagai “Bapak Pembangunan” ini mendapat tugas pelanyanan di Paroki Santo Pius X Aek Kanopan tahun 2000-2007 sebagai pastor paroki. Dan pada tahun 2007-2008 memperoleh kesempatan mengikuti Kursus Spiritualitas Fransiskan di Roma – Italia. Sepulang dari Roma Beliau ditempat-tugaskan sebagai pastor paroki di Pangururan pada tahun 2008-2016; dan pada tahun 2011 menjadi Vikaris Eviskopal Vikariat Samosir-Pangururan.
Nelson Sitanggang nama babtis, nama ini dijadikannya menjadi namanya sesudah diterima menjadi Novis Kapusin Parapat. Nama ini dipertahankannya demi kakek dan neneknya, agar tidak mengalami kesulitan untuk menghafal namanya. Sejak novisiat hingga imam, dia diberi gelar dan dipanggil dengan voorganger (porhanger), karena penampilannya yang sederhana seperti porhanger kampung-kampung. Dan karena semangat kerja keras dan pembangun gereja, pastoran, tempat pembinaan dan sekolah Beliau dikenal sebagai pastor pembangunan. Bekerjasama dengan para pastor di Vikariat Samosir dan kaum awam sedang membangun Sekolah Menengah Agama Katolik St. Thomas Rasul di Simbolon Paroki Palipi.
(11) RP. Samuel Aritonang, OFMCap.
(12) RP. Donatus Marbun, OFMCap.
(13) RP. Dionysius Purba, OFMCap.
RP. Dionysius Purba, OFMCap. lahir di Purbasaribu tanggal 22 Oktober 1975. Dia lahir dari keluarga beriman Katolik yang sederhana. Anak ketujuh dari tujuh bersaudara, enam laki-laki dan satu perempuan. Pendidikan dasar dijalani di SD Negeri di desa Purbasaribu. Selanjutnya dia masuk ke sekolah menengah pertama (SMP RK Cinta Rakyat) di Haranggaol. Setelah tamat dari SMP pastor Dion langsung melanjut ke Seminari Menengah di Pematangsiantar. Pendidikan ini ditempuhnya selama empat tahun, dari tahun 1992-1995. Tertarik menjadi seorang biarawan kapusin, lalu pastor ini mencoba mengajukan lamaran untuk masuk menjadi calon postulan di Nagahuta. Permohonan diterima! Masa postulan ini dijalani selama satu tahun, 1995-1996. Tahun berikutnya pindah ke Parapat untuk menjalani tahun Novisiat, tepatnya pada bulan Juni 1996. Pada tanggal 2 Agustus 1997 mengikrarkan Kaul Perdana, dan pada bulan itu juga berangkat menuju Sinaksak untuk memulai studi formal di STFT St. Yohanes, Pematangsiantar.
Setelah menyelesaikan studi di STFT selama empat tahun, Beliau menjalani masa TOP di Paroki St. Maria, Tarutung selama kurang lebih 5 bulan. Berhubung karena tugas pelayanan Paroki ini, yang sebelumnya ditangani oleh Kapusin diserahkaan kepada Saudara-saudara SJ, maka pastor ini melanjutkan masa TOP di Paroki St. Yosep, Balige. Paroki ini juga menjadi tempatnya untuk mempersiapkan diri untuk pengikraran Kaul Kekal.
Tahun 2004 pastor yang memiliki bakat seni ini mengikrarkan Kaul Kekal di Nagahuta. Selanjutnya kembali ke Rumah pendidikan di Jln. Medan untuk melanjutkan studi di bidang Teologi selama dua tahun. Setelah menyelesaikan studi selama dua tahun, bulan Juni 2006 kapusin muda ini pindah komunitas ke Pangururan. Di sana dia mempersiapkan diri untuk penerimaan tahbisan diakonat. Pada bulan nopember 2006 dia ditahbiskan menjadi diakon di Nagahuta. Dan tiga bulan sesudahnya, tahbisan Imamat diterimanya , tepatnya pada tanggal 2 Februari 2007 di Paroki Saribudolog.
Tugas imam dijalaninya kembali di Pangururan selama kurang lebih 2 tahun, dari tahun 2007-2009. Pada bulan Agustus 2009 pastor yang berpenampilan tenang ini, pindah tugas ke Parapat. Di Parapat dia bertugas kurang lebih 3 tahun, sejak tahun 2009-2011, dengan tugas sebagai Pastor Rekan dan Staf Pembina di Rumah pendidikan-Novisiat.
Pada bulan Agustus 2011, pastor ini pindah ke Biara Kapusin, Jl. Medan-Pematangsiantar . Di tempat ini dia tinggal beberapa bulan untuk selanjutnya berangkat studi ke Roma-Italia. Pada bulan April 2012 ia berangkat ke Roma menjalani studi.
Tahun 2015, pada bulan Agustus kembali ke Indonesia. Bulan Agustus hingga pertengahan Desember dia tinggal di Biara kapusin Emmaus, Helvetia-Medan untuk istirahat sekaligus pengobatan atas salah satu penyakit. Kemudian pada bulan Desember itu juga Beliau kembali ke Biara Kapusin di Jl. Medan dengan tugas baru, yakni sebagai Magister untuk para Saudara Muda Kapusin yang sedang menjalani studi di STFT.
Namun tidak lama sesudah itu, karena situasi dan tugas yang mendesak di Rumah Pendidikan Novisiat, Parapat, dia kembali ditugaskan sebagai Staf pembina di Novisiat. Kali ini tidak lagi merangkap tugas sebagai pastor rekan di paroki, tapi sebagai tenaga full timer di novisiat. Tugas ini mulai berjalan sejak tanggal 22 Agustus 2016 hingga sekarang.
Dalam rentang waktu tahun 2009-2011 pastor ini bertugas sebagai pastor rekan di paroki St. Fidelis Parapat. Suatu yang sangat menyenangkan bahwa umat sangat merindukan kehadiran para pastor. Umat juga punya animo dan semangat untuk maju. Di sana-sini tentu ada kekurangan khususnya pemahaman tentang hidup menggeraja dan beberapa hal lain sekaitan dengan liturgi Gereja. Ini menjadi tugas para Gembala dan orang-orang tertentu yang diberi tugas untuk itu (Katekis). Letak geografis paroki Parapat yang nota bene berada di wilayah pariwisata, turut menambah indahnya pelayanan di paroki ini. Ada harapan bahwa paroki ini akan lebih maju dan semakin berkembang ke masa-masa yang akan datang. Di sana-sini penataan sudah dimulai. Maka, semoga paroki ini menjadi paroki yang hidup, maju dan berkembang bukan hanya secara fisik tetapi terutama secara rohani, yakni umatnya sendiri.
(14) RP. Christian Lumbangaol, OFMCap.
Lahir di Hutajulu, Kec. Pollung, Kab. Humbanghasundutan pada tanggal 17 September 1974. Dia berasal dari Stasi St. Yosep Hutajulu, Paroki St. Fidelis Sigmaringen Doloksanggul. Masa-masa pendidikan awal dijalaninya di SD Inpres Hutajulu (1981-1987), SMP N. Pollung (1987-1990), dan SMA Seminari Menengah di Pematangsiantar (1990-1994). Selesai pendidikan di Seminari Menengah, dia memilih pendidikan religius dalam Ordo Kapusin. Hal itu dijalani mulai di Postulat Nagahuta (1994-1995) dan Novisiat Kapusin Parapat (Juli 1995 – Agustus 1996). Setelah merayakan Profesi Perdana (02 Agustus 1996), dia meneruskan pendidikan lanjutdi STFT Sinaksak untuk program S-1 (1996-2000). Lalu, menjalani masa TOP di Seminari Menengah P. Siantar selama satu tahun (2000-2001). Dua tahun kemudian dia menyelesaikan studi Post S-1 di STFT (2001-2003). Dalam masa itu, dia mengikrarkan Kaul Kekal di Biara Kapusin Jl. Medan, P. Siantar pada tanggal 22 Agustus 2002.
Karya pastoral dijalani setelah menyelesaikan pendidikan formalnya. Karya tersebut dia mulai di Paroki St. Yohanes Pembaptis Pakkat dan Paroki St. Lusia Parlilitan sejak tahun 2003. Pada bulan September 2003 menerima tahbisan diakon di Nagahuta. Sementara tahbisan imam diterima pada tanggal 07 Februari 2004 di Nagahuta. Tugas sebagai diakon dan imam (pastor rekan) dilaksanakan di dua paroki tersebut. Sejak Juni 2007 menerima tugas sebagai Pastor Paroki di kedua paroki tersebut. Tugas itu diemban sampai bulan April 2008.
Atas kebutuhan Ordo, beliau ditugaskan untuk melanjutkan pendidikan di Roma, Italia, dengan spesialisasi bidang Liturgi Gereja. Hal itu dilaksanakan di Universitas Anselmianum (2008-2011). Segera setelah menyelesaikan pendidikan lanjut tersebut, dia ditempatkan di Biara Novisiat Parapat sebagai Staf Novisiat (06 Oktober 2011). Selain dari itu, dia diberi tugas sebagai Pastor Rekan di Paroki St. Fidelis Sigmaringen Parapat (November 2011-November 2012). Selama satu tahun, dia bekerjasama dengan Pastor Paroki, RP. Donatus Marbun, OFMCap. Selanjutnya, sejak November 2012 – Oktober 2015 dia diberi tugas sebagai Pastor Paroki di Paroki Parapat. Selama bertugas di Parapat, dia juga aktif mengajar di Novisiat dan di STFT Sinaksak di bidang Liturgi Gereja.
Pada bulan Oktober 2015, atas kebutuhan Ordo dan STFT, dia menyelesaikan tugas sebagai Pastor Paroki di Parapat. Estafet pelayanan pastoral di Paroki Parapat diteruskan oleh RP. Hiasintus Sinaga, OFMCap.Dia kemudian pindah komunitas ke Biara Kapusin St. Fransiskus Assisi, Jl. Medan, P. Siantar dengan tugas utama sebagai staf di Rumah Pendidikan Jl. Medan dan mengajar di STFT Sinaksak.
(15) RP. Ferdinan Lister Tamba, OFMCap.
RP. Ferdinand Lister Tamba, OFM Cap lahir di desa Hutagodung tanggal 26 Juli 1977 dari pasangan keluarga Katolik R. Tamba dan T.E. Boru Situmorang. Pada tanggal 27 Nop.1977 di Stasi Santo Petrus Hutagodung, Paroki Santa Lusia Parlilitan, dia dibaptis secara Katolik dengan nama Lister Dame Tamba. Dia adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara, diantaranya lima laki-laki dan tiga orang perempuan. Pendidikan sekolah dasar dijalaninya di SD INPRES Hutagodung, kecamatan Parlilitan. Selanjutnya dia melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Parlilitan. Pada saat menjalani pendidikan di SMP ini muncul keinginannya melanjutkan pendidikan SMA di Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematanagsiantar. Keinginan itu muncul setelah kelompok siswa seminari datang ke stasi Hutagodung memperkenalkan visi dan misi seminari dengan sebuah AKSI PANGGILAN. Tertarik dengan siswa Seminari, maka dia mendaftar ke pastor paroki untuk mengikuti seleksi. Pendidikan Seminari pun dijalaninya selama empat tahun mulai dari tahun 1995 dan selesai pada tahun 1999.
Setelah tamat dari Seminari menengah, dia tertarik menjadi seorang biarawan Kapusin. Lalu pastor ini mengajukan lamaran untuk menjadi calon postulant kapusin Medan di Nagahuta. Masa postulan dimulai tanggal 17 Juli 1999. Pada tanggal 11 Juli 2000, dia memasuki tahun kanonik di Novisiat Kapusin Parapat. Setelah menerima kaul perdana di Gereja Katolik St. Fidelis Parapat pada tanggal 02 Agustus 2001, dia pindah ke rumah persaudaraan yang ada di Alverna Sinaksak-Pematangsiantar. Dari komunitas ini, dia memulai studi Formal di STFT St. Yohanes Pematangsiantar. Studi Formal itu diawali tahun 2001 dan selesai pada tahun 2005. Kemuadian dia melanjutkan masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di dua paroki sekaligus yaitu paroki St. Yoseph Balige dan Paroki St. Yoseph Parsoburan. Dia mengikuti Persiapan Kaul kekal yang diawali dengan sekolah kaul kekal (SKK) di Nagahuta-Pematangsiantar selama satu tahun dari komunitas pastoran St. Yoseph Balige. Setelah mengikrarkan janji setia untuk hidup selibat, miskin dan murni dalam persaudaraan kapusin propinsi medan pada tanggal 28 Juli 2007, ia pindah ke Biara Kapusin Jalan Medan untuk melanjutkan studi Formal di STFT St. Yohanes Pematangsiantar. Dari Bikap JL. Medan dia menyelesaikan pendidikan theology di STFT St. Yohanes Pematangsiantar selama dua tahun dan akhirnya ditahbiskan menjadi diakon di paroki Medan Timur pada tahun 2009. Setelah menerima tahbisan diakon, dia ditempatkan dan ditugaskan di paroki St. Mikhael Pangururan. Masa diakon dijalaninya kurang lebih satu tahun. Pada tanggal 12 Agustus 210 di paroki St. Petrus dan Paulus Batu Lima, Pematangsiantar, ditahbiskan menjadi imam oleh Mgr. Anicetus Sinaga, OFM Cap.
Penempatan dan penugasan pastoralnya yang pertama setelah menerima tahbisan imamat adalahi paroki St. Mikhael Pangururan pada tahun 12 Agustus 2010 sampai 16 April 2012 sebagai pastor rekan. Kemudian Pastor yang memiliki motto hidup: “Karena itu sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya, kenakanlah belaskasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (Kol.3:12) ini pindah tugas ke paroki St. Fransiskus Berastagi sebagai pastor rekan pada tanggal 16 April 2012 sampai 10 Oktober 2013. Dari komunitas persaudaraan kapusin berastagi, dia membantu pastor Liberius Sihombing, OFM Cap untuk memulai kuasi paroki St. Monika Tiganderket mulai pada 10 Oktober 2013 sampai 30 Nopember 2014. Setelah kuasi paroki ini diresmikan oleh Mgr. Anicetus Sinaga, dia kemudian pindah tugas ke paroki st. Fidelis Parapat sebagai pastor rekan dan juga sebagai formator novisiat kapusin Parapat sejak 30 Nopember 2014. Dia bertugas di paroki St. Fidelis Parapat sejak 30 Nopember 2014 sampai 01 Agustus 2016. Pada tanggal 17 Agustus 2016, dia pindah tugas ke paroki St. Theresia Air Molek, keuskupan Padang.
(16) RP. Hiasintus Sinaga, OFMCap.
Nama asli RP. Hiasintus Sinaga, OFMCap. ini adalah Yakintus Sinaga lahir pada tanggal 11 September 1966 di Kampung Ransangbosi Desa Buntu Mauli Kecamatan Sitiotio Kabupaten Samosir. Beliau adalah anak kelima dari sembilan bersaudara-saudari, lima laki-laki dan empat perempuan. Asal paroki Santo Fransiskus Assisi Palipi, stasi Santo Gabriel Ransangbosi.
Masuk SD tahun 1976 di SD Negeri 173734 Ransangbosi dan kemudian melanjut ke SMP RK Bintang Samosir Palipi tahun 1981. Setelah itu, pendidikannya diteruskan ke SMA Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematangsiantar tahun 1984 dan disambung ke kelas Rhetorica di Seminari yang sama pada tahun 1988. Pendidikan sebagai Kapusin dimulai pada tanggal 05 Juli 1989 di Novisiat Kapusin Parapat. Pada tanggal inilah jubah kapusin dikenakan untuk pertama kalinya. Profesi pertama / Kaul Perdananya pada tanggal 02 Agustus 1990 di Novisiat Kapusin Parapat.
Pada tahun 1990-1994 dia meneruskan pendidikan ke Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) di STFT St. Yohanes Pematangsiantar. Masa Tahun Orientasi Panggilan / Pastoral (TOP) dijalaninnya di paroki Santo Johanes Pembaptis Pakkat dan Paroki Santa Lusia Parlilitan pada tahun 1994-1995. Setelah masa TOP berlalu, Beliau melanjutkan program post – S1 untuk mempelajari lebih dalam Theology, Kitab Suci, Sakramen dan Liturgi di STFT dan mengikrarkan kaul kekal pada tanggal 24 Agustus 1996. Tahbisan diakonatnya diterima pada tanggal 03 Juli 1997 sedangkan tahbisan imamatnya diterima pada tanggal 09 Januari 1999.
Penempatan dan penugasan pastoralnya setelah tahbisan diakonat dan imamatnya pertama sekali di Paroki Santa Maria Tarutung (diakon 1997-1998 dan pastor rekan 1999-2000). Setelah dari Tarutung dia dipindahkan ke Paroki Santo Fransiskus Assisi Saribudolok sebagai pastor rekan dan sekaligus sebagai koordinator Asrama milik dan kelolaan Kapusin Medan pada tahun 2000-2004.
Kemudian pada tanggal 01 Oktober sampai dengan 22 Desember 2004 Beliau mengikuti Kursus Bahasa Inggris secara intensif di Christian Center English Course Manila. Setelah itu pastor ini mengikuti beberapa kursus di East Asian Pastoral Institute-Ateneo de Manila. Dalam Institut ini beliau mengikuti kursus “Effective Steward Leadership” pada tanggal 05 Januari-30 Maret 2005. Kursus berikut digelutinya tentang “Pastoral Management” pada tanggal 5-29 April 2005; dan “Spiritual Direction” pada tanggal 11 Mei-08 Juni 2005. Setelah kursus dari East Asian Pastoral Institute-Ateneo de Manila program kursus selanjutnya diikuti di Southeast Asia Interdisciplinary Development Institute (SAIDI)- Antipolo City-Philippine. Kursus panjang (15 Juli 2005 -15 Maret 2006) dengan topik besar “Religious Formation”. Skripsi sederhana diselesaikan dengan baik dengan judul “A Proposed Personal On-Going Formation Program”.
Pada Bulan Mei –Juli 2006 dia kembali ke Saribudolok sebagai pastor rekan. Selanjutnya pastor ini dipindahkan ke paroki Santo Pius X Aek Kanopan sebagai pastor rekan pada tanggal 18 Juli 2006-2007. Sedangkan sebagai Parokus Paroki St. Pius X Aekkanopan (menggantikan P.Nelson Sitanggang) pada 31 Januari 2007 s/d September 2015. Sedangkan sebagai Vikep St. Mateus Rasul Aekkanopan ditekuninya sejak 17 Juni 2011 s/d 24 September 2015. Haritage Program dijalaninya pada 19 Juli – 07 Agustus 2015 di Italia dan Perancis. Sepulang dari Haritage Program, Beliau ditempatkan di Paroki Santo Fidelis Sigmaringen Parapat sebagai Pastor Paroki dan sekaligus memperkuat tim formator untuk Novisiat Kapusin Parapat sejak tanggal 27 September 2015 sampai sekarang (2020)
RP. Anthony Nguyen Van Viet, SMMR
Anthony Nguyen Van Viet, SMMR lahir di Nghe An, Viet Nam pada tanggal 10 July 1979. Beliau dilahirkan sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Asal Paroki: Paroki St. Maria Diangkat ke Surga Philoc. Nama orangtua : Paulus Nguyen Van Tien (ayah) ; Maria Tran Thi Doa (ibu); TK Dien Nguyen (1984-1986); SD Negeri Dien Nguyen 1 (1986-1991); SMP Negeri Dien Nguyen 2 (1991-1996); SMA Dien Chau III High School (1996-1998).
Pada tanggal 08 Desember 1999, pastor ini masuk Postulat Societatis Missionariae Martris Redemptoris (SMMR), Vietnam yang berlangsung selama satu tahun (1999-2000). Selanjutnya, masa Novisiat SMMR ditempuhnya pada tahun 2000-2002 dengan mengikrarkan Kaul Perdana pada tanggal 15 Agustus 2002. Setelah dia kaul perdana, Congregasinya mengirimnya untuk studi Filsafat dan Teologi di Seminari Tinggi Santo Thomas dari Aquino (Ordo Dominikan) dari tahun 2002 sampai tahun 2009. Setelah menyelesaikan studi di Seminari Tinggi, akhirnya dia mengucapkan kaul kekal pada tanggal 30 Agustus 2009 di Gereja Katolik Paroki Nam Ha. Selepas kaul kekal ditugaskan oleh pimpinan di Comunitas / Rumah Novisiat, sebagai wakil Novices Master SMMR. Selain mendampingi para novis, pastor ini diberi tugas untuk mengajar Spiritualitas Kristen (2009-2013). Pada tanggal 30 November 2013 dia diutus untuk tugas yang baru, yakni belajar spiritualitas di Filipina (Program Magister – S2 / Master of Arts in Theology Major in Spirituality) dari tahun 2014 -2016. Pada tanggal 11 Agustus 2018 di Paroki Santa. Maria Tarutung dia ditahiskan menjadi imam oleh Mgr. Anicetus Sinaga, OFM Cap. Penempatan dan penugasan pastoralnya yang pertama setelah menerima tahbisan imamat di Paroki Santa Maria Tak Bernoda Asal Kateral Medan sebagai pastor rekan. Kemudian dia pindah tugas ke paroki St. Fidelis Sigmaringen Parapat sebagai pastor rekan sekaligus pembimbing rohani para Novis Kapusin yang berasal dari Vietnam, pada tanggal 01 September 2019 sampai sekarang (2020)