Situasi Awal

Pada tahun 1960-an katolik memasuki desa Horsik. Yang memperkenalkannya adalah Bapak Hiskia Manurung dari Parapat. Dengan semangat yang berkobar-kobar dan harapan yang tidak kunjung Gereja Horsikputus, beliau beserta keluarga berusaha untuk menarik perhatian umat. Mereka berhasil menarik perhatian umat sebanyak 14 KK. Meski begitu cepat kekatolikan, stasi ini tidak dapat langsung berdiri. Stasi ini membutuhkan waktu yang lama baru bisa berdiri. Di tahun 1980 stasi ini berdiri. Stasi ini sangat lambat perkembangannya hingga sekarang. Bila dibandingkan dengan stasi lain, stasi Horsik memiliki jumlah umat yang banyak pada awal berdiri. Namun hampir 50-an tahun waktu berlalu, jumlah umat tidak berkembang.

Pembangunan Fisik Gereja

Bangunan gereja pertama sekali berukuran 4x5m di dekat danau. Tanah itu diberikan sebagai hak pakai oleh keluarga bapak Hiskia Manurung. Perjuangan iman umat yang ada di stasi Horsik ini pun tidak sampai di situ saja. Pada tahun 70an seluruh umat yang ada di stasi Horsik ini pun sepakat untuk mendirikan bangunan gereja yang lebih besar dan ke lokasi yang dataran tinggi yakni desa Sibola.

Setelah beberapa kali melaksanakan rapat antar pengurus gereja dengan seluruh umat yang ada di stasi Horsik ini, mereka sepakat untuk mendirikan bagunan gereja yang lebih besar dan di lokasi yang lebih memadai. Pemilik tanah yang digunakan sebagai tempat di mana berdirinya gereja yang telah direncanakan tersebut adalah keluarga Bapak Op. Tunas Manurung dengan keluarga Bapak Op. Andri Manurung. Karena tanah sudah ada dan tukang juga sudah bersedia maka dengan bersemangat para pengurus gereja mengajukan permohonan dana berupa bahan-bahan bangunan kepada Pastor paroki yakni kepada Pastor Silverius Yew OFMCap dengan syarat tanah dan tenaga tukang akan ditanggangjawabi oleh umat setempat. Hal ini terjadi karena keadaan ekonomi yang tidak mendukung. Alasan ekonomi yang menghimpit, membuat Pastor Paroki pun menyetujui permohonan tersebut. Dalam selang waktu yang tidak lama, Pastor Silverius Yew OFMCap pun langsung turun ke Stasi Horsik untuk meninjau sekaligus membawa bahan-bahan bangunan tersebut. Semua bahan-bahan bangunan yang dibawa Pastor diangkat ke lokasi pembangunan dengan gotong royong antara umat. Akhirnya, mereka berhasil mendirikan bangunan semi permanen ukuran 8 x 8 meter.

Perkembangan Umat

Stasi Horsik merupakan stasi yang memiliki jumlah umat paling sedikit hanya 18 KK dengan jumlah jiwa 98 orang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya perpindahan tempat tinggal umat dan umat yang pindah ke gereja tetangga. Meski jumlah sedikit, umat di stasi ini tetap setia dan senantiasa bertahan di dalam rangkulan gereja. Stasi yang terletak di pesisir pantai danau Toba ini dapat dijangkau dengan menggunakan kapal waktu 10 menit dari Ajibata.

Vorhanger yang pernah melayani antara lain:Hiskia Manurung 1969, Paian Sidabalok, Gutten Sidabutar, A. Labu Gultom, Oscar Situmorang (1970-1990) Fariel Situmorang (1995-1998), Japolan Sinaga (1998-2007), Kristof Sidabalok (2007-2014).